A tiny potrait of my student life in Netherland

Belanda, negara kecil ini hampir sekarang separuhnya dipenuhi oleh immigran, entah pekerja ataupun pelajar. Rata-rata pelajar international disini memilih Belanda karena alasan bahasa. Ya, disini international student tak perlu repot-repot untuk mengikuti kursus bahasa Belanda dahulu supaya diterima di universitasnya, karena hampir semua program master disini memakai bahasa inggris. Lagipula tak perlu khawatir pula dengan bahasa untuk kehidupan sehari-hari seperti berbelanja di supermarket atau pasar. Orang Belanda terkenal ramah dan bisa berbahasa inggris dengan baik. Itulah mengapa banyak yang memilih Belanda untuk tempat melanjutkan studi. 

Bagi orang Indonesia, ada alasan lain untuk memilih Belanda. Banyak yang bilang Belanda adalah home away from home yang berarti nuansa Indonesia juga dapat kita rasakan disini. Hal ini tentunya tak luput dari sejarah panjang yang mengaitkan kedua bangsa ini. Dan alasan ini pulalah yang menambah kemantapan hati saya untuk bersekolah di Belanda selain memang karena takdir. :-)

Sebelum mengalaminya sendiri, jauh dari pikiran saya bahwa berbagai macam unexpected experience akan saya alami disini. Dimulai dari seringnya gagal di mata kuliah, seminggu lebih tak makan nasi, bergulat dengan mood yang ikut memburuk ditengah-tengah musim dingin karena kurangnya cahaya matahari hingga puasa 19 jam dan harus berperang melawan ujian . Jika di deskripsikan lebih general lagi, mungkin hari-hari saya banyak saya habiskan di perpustakaan. Belajar dikelilingi buku, di sebuah silent room hingga tengah malam adalah favorit saya akhir-akhir ini. Mungkin karena kamar adalah surga bagi saya, jadi sangat sulit untuk membuatnya menjadi medan perang untuk seorang pelajar.

Tipe dosen disini adalah class interaction. Sangat berbeda sekali dengan di Indonesia. Mereka selalu meminta saran atau bahkan melempar pertanyaan kepada murid-muridnya. Tak murid disini sangat kritis, bahkan sering sekali mereka mengacungkan jari. Disini peribahasa "malu bertanya sesat di jalan" adalah hal yang sangat crucial dan harus diterapkan.

Di depan gedung Mercator Science Park, lab favorit

Nuansa Winter di kampus


Untuk nuansa akademik disini jangan ditanya lagi kualitasnya. Hari Sabtu dan Minggu perpustakaan selalu buka. Bahkan mereka buka hingga tengah malah dan bahkan 24 jam available selama musim ujian. Cafe juga ikut buka untuk melengkapi fasilitas perpustakaan. Akses internet yang lancar dan kemudahan untuk mendownload jurnal-jurnal berbayar dengan akun universitas adalah suatu kenikmatan sendiri.

Ah ya, untuk makanan, rumah makan susah ditemui disini. Tidak seperti di Indonesia, warteg, penyetan, bakso, mi ayam, soto, dll hampir selalu ada di sepanjang jalan. Di daerah kampus saya hanya ada beberapa kantin dengan menu terbatas seperti sup, sandwich dan buah. Jadi ya, harus rajin-rajin memasak sendiri untuk bekal di kampus. Kebanyakan toko disini buka hingga pukul lima selama weekdays dan tutup di hari Minggu. Namun ada istilah kopavoond, yaitu khusus untuk hari Kamis, Centrum dan sekitarnya buka hingga pukul 9 malam. Dan traditional market buka di hari Sabtu dan Senin.

Jika membahas tentang travelling, selama hampir setahun disini, saya baru melakukan 2 kali trip liburan perjalanan. Lima hari ketika Winter trip dan 3 hari ketika weekend trip saat Spring. Sisanya ya liburan weekend di kota lain bersama anak-anak PPI. 

New Year celebration di Centrum


Enam bulan pertama adalah fase terberat bagi saya. Saya belum terbiasa dengan segala hal yang berbau Eropa tak terkecuali dengan sifat teman-teman yang straightforward atau terlalu jujur, bahkan saya pernah dikomentari soal bahasa inggris saya yang masih kental dengan logat jawa.

Menurut saya, momen paling menyenangkan adalah ketika kumpul bersama teman-teman PPI dan kita membahas berbagai macam hal. Mulai dari rutinitas kampus hingga rencana kedepannya untuk berkonstribusi ketika kembali ke tanah air. 

Comments

Popular Posts