Perjalanan, Pertemuan




Perjalanan dan pertemuan memang sangat erat kaitannya yang mana memang pada dasarnya setiap kaki melangkah untuk sebuah lembar baru kehidupan pasti akan dihiasi dengan pertemuan, entah hanya lewat saja atau bahkan bisa menjadi warna yang membuat kehidupan itu sendiri semakin berharga. 

Tentu saja perjalanan saya di negeri orang tak kan pernah luput dari pertemuan. Disini, baik teman-teman koridor, teman-teman Indonesia, teman-teman kampus, maupun orang yang hanya saya kenal di bus, di toko, ataupun berpapasan di jalan. Banyak sekali warna-warni yang menarik dari mereka, yang ternyata mengubah pola pandang saya.

Adalah salah satu teman sekelas saya. Dia bercerita bahwa waktunya terbatas untuk mengerjakan tugas dan belajar karena sebagian besar dihabiskannya untuk bekerja. Adiknya ada 2, orang tuanya bercerai dan sekarang dia tinggal dengan ibunya. Dia rela bekerja apa saja demi uang kuliah, bahkan "delivery man" pun juga dia lakoni. Hebatnya lagi, dia harus naik bus selama kurang lebih 3 jam untuk ke kampus. Semangat dasyatnya itu benar-benar membuat saya mengintrospeksi diri. 

Adalagi cerita dari teman karib sendiri. Dia dibesarkan dikeluarga yang bisa dibilang memiliki ekonomi lemah untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Tak pernah terbayangkan sebelumnya dia akan melanjutkan ke jenjang master, hingga ke luar negeri pula. Beasiswa menjadi tiang utamanya untuk bersekolah tinggi. Dan juga pertemuannya dengan teman-teman yang sangat baik dan sering membantunya, bahkan membiayainya untuk sekedar ikutan trip ke negeri tetangga. Pernah dia bercerita tentang keadaan dimana keluarganya harus berhemat untuk makan dengan cara memberi tepung pada sebutir telur untuk dimakan bersama. 

Selanjutnya adalah cerita dari seorang pengungsi Syiria. Saat itu saya mendapat undangan sekaligus permintaan untuk membantu memasak untuk makan siang bersama pengungsi Syiria disalah satu rumah teman yang tinggal disini. Belanda, memang menyediakan tempat yang lapang bagi para pengungi dari Syiria, dan kebetulan tempatnya adalah di Nijmegen, kota tempat saya tinggal sekarang. Namun karena keterbatasan tempat, saat itu yang diundang makan siang hanya sekitar 20an orang

Sebelumnya tidak ada yang bercerita tentang bagaimana keadaan di Syiria. Begitupun saya, tidak pula berani bertanya karena takut akan mengorek luka dalam mereka. Hingga pada saat itu salah satu dari mereka menanyakan tentang sebuah lukisan. Lukisan yang terpajang di ruang makan. Sebuah gambar yang sering kita lihat di Indonesia. Sawah, pedesaan, dan gubug. Dia bertanya tentang lukisan itu, apakah berasal dari Indonesia? Saya jawab iya, Indonesia negara pertanian, persis seperti yang digambar itu. Bahkan belakang rumah saya pun seperti itu. Dan ternyata mereka sangat kagum. Mereka bilang itu sebuah anugerah yang luar biasa apabila bisa tinggal di tempat yang sangat damai seperti di lukisan tersebut. 

Dari sinilah mereka bercerita bahwa di Syiria, setiap hari seperti di neraka. Alih-alih mendengar kicauan burung tiap pagi, yang mereka dengar adalah dentuman bom, tembakan, teriakan disana-sini, sirine ambulan yang tak henti-henti. Bahkan satu-satunya harapan adalah tetap hidup di hari esok. Bagi mereka, bisa melarikan diri dari perang seperti sekarang ini dan meninggalkan segala-galanya termasuk keluarga adalah sesuatu yang sangat besar dan harus disyukuri. Jika ditanya apakah ada rencana untuk kembali ke Syiria, mereka dengan tegas menolaknya. Mereka ingin tinggal disini, di Belanda, mencari pekerjaan dan juga penghidupan yang jauh dari konflik dan perasaan takut antara hidup dan mati. 

Sebenarnya masih banyak cerita dari teman-teman disini yang mengilhami saya untuk selalu bersyukur, bersyukur dan bersyukur. Seperti cerita dari teman Syiria tadi, bisa bangun dengan sehat dipagi hari, mendengarkan kicauan burung, adalah anugerah luar biasa tak terkira yang harus disyukuri.

Postingan kali ini saya buat ketika saya mendapat teguran dari ibu saya untuk menuliskan pertemuan-pertemuan yang saya dapatkan yang membuat saya melihat kebelakang, melihat kekurangan agar senantiasa bersyukur dan tak mengeluh. Karena memang benar, Tuhan tak kan pernah menguji seseorang melampaui batas kemampuannya. 




Comments

Popular Posts